Senin, 22 September 2014

Hikmah dari Sebuah Ujian

Namaku Sutisna aku dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Ayahku bekerja sebagai tukang kayu, sedangkan ibuku sehari-harinya hanya mencari imbalan cucian baju untuk menambah pendapatan demi mecukupi kebutuhan sehari-hari. Aku mempunyai seorang kakak yang wajahnya cantik,putih dan dia telahir sempurna. Berbeda dengan aku,aku dilahirkan kedunia dengan kekurangan sejak lahir sampai sekarang aku tidak bisa berbicara layaknya manusia sempurna, aku tidak tau dan ini juga bukan kehendak orang tuaku, ini sudah takdir dari Tuhan. Dikeluargaku hanya ibu yang bisa menerima aku apa adanya dan hanya ibu yang bisa mengerti aku. Sementara ayahku benci seakan-akan ia tiadak pernah mengharapkan kehadiranku, dan kakakku dia sama sekali tidak pernah menoleh kepadaku dia jijik mempunyai adik sepertiku.


Sehingga disuatu hari ibu meninggal karna penyakit yang dideritanya, keluargaku sedih, terutama aku yang pada waktu itu sangat terpukul atas kematian ibu. Sekarang tidak ada lagi yang mengerti aku, ayah serta kakakku semakin benci kepadaku, “ini semua gara-gara kamu bocah cacat,seandainya kamu tidak lahir kedunia ini semua tidak akan terjadi”kakak berkata. Aku hanya bisa merespon melewati gerak bola mata “apa salahku kak? Kenapa kakak bilang seperti itu”


Tidak lama kemuadian ayah beserta kakakku pergi jauh meninggalkan aku,entah dimana mereka tinggal sekarang aku tidak tau. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan supaya keluargaku kembali dan bisa menerima aku apa adanya.


Satu tahun dua tahun aku hidup dengan belas kasih orang, tak ada kabar sedikitpun mengenai keluargaku. Dan pada suatu ketika ada seorang kakek yang terkena penyakit sudah lama kakek itu menderita penyakit yang dideritanya namun sampai sekarang belum ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya itu, kemudian entah kenapa keluarga kakek itu pergi kerumah dan memintaku untuk menyembuhkan penyakitnya, aku menolak-nolak dengan bahasa isyarat “aku tidak tau, apa yang harus aku lakukan? Aku bukan dokter dan aku juga bukan tuhan” akan tetapi orang itu tetap saja ngotot memintaku untuk menyembuhkan penyakit kakek. Dan akhirnya aku pergi kerumah kakek itu dan melihat kakek itu dengan penyakit yang dideritanya. Aku mencoba mendekat dan menyentuh kakek itu serta sambil berdoa kepada tuhan supaya tuhan memberikan kesembuhan kepada kakek ini.


Keesokan harinya kakek beserta keluarganya datang menemui aku,dan mereka mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepadaku. Aku diam seraya menjawab dari ucapan mereka “jangan berterima kasih kepadaku, berterima kasihlah kepada Tuhan, dialah yang sudah menyembuhkan kakek dari penyakitnya hanya karna mungkin perantaranya aku”.


Kabar ini cepat didengar oleh semua orang bahwa aku bisa menyembuhkan orang sakit dengan bantuan Tuhan. Hampir setiap hari ada orang datang kepadaku dan meminta supaya aku menyembuhkan orang yang sedang sakit, dan alhamdulillah dengan pertolongan dan kuasa Tuhan semua orang bisa sembuh dari penyakitnya.


Pada suatu hari ayahku terkena penyakit yang kemungkinan tidak bisa disembuhkan lagi, kakakku mendengar berita dari orang bahwa ada bocah yang bisa menyembuhkan semua penyakit dan namanya itu Sutisna. Kemudian kakak dan ayahku datang kepadaku,dan betapa terkejutnya aku ketika melihat mereka,”namun ayah kenapa?”


Tiba-tiba kakak mendekat kepadaku, ia berkata”adikku Sutisna, kamu adikku kan yang dulunya aku sangat benci kepadamu,yang dulunya aku gak sudi punya adik sepertimu” mataku berkaca-kaca, kemudian kakak melanjutkan “kakak minta maaf Sutisna dulu kakak jahat kepadamu dan maafin ayah juga karna kakak dan ayah sudah menyalahkan kamu atas kepergian ibu dan maafkan kita karna sudah meninggalkan kamu sendirian Sutisna” sambil meneteskan air mata, aku juga tak bisa menahan jatuhnya air mata ketika aku mendengar pengakuan dari kakak. “sekarang ayah lagi sakit parah, dia tidak bisa jalan, dia tidak bisa ngomong bahkan dia tidak bisa mendengar suara apapun dan bergerakpun ia tidak bisa”. Kemudian aku mendekat dan memeluk ayah sambil menangis dengan suara hati “ ayah Sutisna sayang ayah, Sutisna tidak mau kehilangan ayah, Tuhan Sutisna mau ayah sembuh” dan sesaat ayah bergerak dan menyentuh pipiku, “anakku, maafkan ayah, ayah sudah meninggalkan kamu sendirian, ayah adalah ayah yang paling jahat yang tidak bisa menjaga dan menghidupi anaknya dengan baik, maafkan ayah nak....” dan hembusan terakhir ayah tepat berada dipelukanku. “ayah....jangan pergi”

0 komentar:

Posting Komentar